Ekonomi Maritim Indonesia
Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia adalah sumber minyak bumi dan gas. Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya secara maksimal. Ironisnya, sebagian besar sumber-sumber energi tidak terbarukan ini dikuasai pihak asing. Padahal sangat jelas, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebut "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Alih-alih memakmurkan rakyat, membayar hutang negara pun tidak mampu.
Salah satu contoh sikap pemerintah yang pro terhadap kepentingan asing adalah polemik blok Migas West Madura. Sekadar informasi, mulanya saham West Madura dimiliki Pertamina (50 persen), Kodeco (25 persen), dan CNOOC (25 persen). Sebulan menjelang habisnya masa kontrak, Kodeco mengalihkan sebagian sahamnya ke PT Sinergindo Cahaya Harapan dan CNOOC ke Pure Link Ltd, masing-masing sebesar L2,5 persen. Meski bukan Pemegang saham mayoritas, selama ini blok West Madura dikelola Kodeco, perusahaan minyak asal Korea Selatan.
Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan perusahaan asing terlihat dari beberapa kebijakannya. Pertama, Pertamina sejak Mei 2008 telah lima kali meminta kepada pemerintah agar blok West Madura sepenuhnya dikelola BUMN. Sayang, hingga kini pemerintah belum mengabulkan permintaan tersebut. Di sisi lain proses pengalihan saham dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo Citra Harapan (SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung dalam beberapa hari saja. Itupun tanpa tender yang transparan.
Kedua, porsi saham Pertamina di West Madura adalah yang paling besar. Namun pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan kemampuan produksi hanya berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain, Pertamina menyatakan sanggup menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu barel per hari.
Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) cukup besar, yakni 22,22 juta barel minyak dan gas sebesar 219,8 BCFG. Jika diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar AS per barel dan gas 4 dolar AS per MM bhr, maka nilai potensi migas blok tersebut dapat mencapai Rp 28 triliun.
Jika blok tersebut dapat diproduksi 30 ribu barel migas per hari, cadangan tersebut baru habis selama enam tahun. Setelah dipotong cost recovery 10 dolar AS per barel, kekayaan yang dapat diraup sekitar Rp 4 triliun per tahun. Menyerahkan pengelolaan kepada Kodeco, Pertamina sebagai BUMN tidak mendapat keuntungan sebagai operator.
Inilah ironi negara yang kaya migas namun pengelolaannya justru didominasi pihak asing. Padahal Pertamina sebagai satu-satunya BUMN di bidang migas memiliki kemampuan yang tak kalah hebatnya dibanding perusahaan asing. Kondisi ini terjadi karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya UU Migas No 22/2001, Pertamina disejajarkan dengan perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Walhasil kekayaan negara ini tidak dapat dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat.
Dari aspek sumber daya alam, Indonesia merupakan negara kaya. Tanah subur kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai barang tambang strategis, minyak dan gas tertimbun di perut bumi Indonesia. Namun jika dicermati satu-persatu intervensi dan penguasaan oleh asing masih begitu besar dalam pemanfaatan sumber daya alat tersebut.
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkan Kementerian ESDM, total cadangan minyak Indonesia mencapai 2998 MMSTB (million standard tanker barrel). Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil minyak terbesar ke-29 di dunia. Sementara cadangan gas mencaPai 159,63 TSCF (trillion standard cubic feet) atau terbesar ke-11 dunia.
Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15 dunia. Per 2009 cadangan batubara mencapai 126 miliar ton. Indonesia juga kaya dengan energi.panas bumi (geothermal) yang tersebar di berbagai penjuru nusantara, potensinya mencapai 28,1 GW. Barang Tambang seperti nikel, emas, perak, timah, tembaga dan bijih besi juga jumlahnya sangat melimpah. Bahkan Indonesia diketahui memiliki kualitas nikel terbaik di dunia.
Namun, kekayaan alam tersebut justru lebih banyak dinikmati negara lain ketimbang penduduk Indonesia. Berdasarkan Neraca Energi 2009 dari 346 juta barel minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri, 38 persen diekspor ke luar negeri. Ironisnya pada saat yang sama indonesia harus mengimpor minyak mentah 129 juta BOE, atau 35 persen dari total produksi dalam negeri. Ini terjadi karena 85 persen produksi minyak Indonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di sisi lain, rakyat terus dibuat sengsara akibat harga minyak dinaikkan agar sesuai dengan standar internasional.
Demikian pula dengan gas alam Indonesia. Produksinya dimonopoli swasta asing. Sebagian besar hasilnya dijual ke luar negeri dengan kontrak-kontrak jangka panjang. Dari total produksi 459 juta BOE (barrel of oil equfualent) pada 2009, hampir 60 persen diekspor ke luar negeri yang terdiri dari gas alam (12 persen) dan dalam bentuk LNG 48 persen. Sisanya dibagi-bagi untuk industri (19 persen), PLN (10 persen) dan lain-lain.
Padahal dengan jumlah tersebut, kebutuhan domestik sangat tidak memadai. Sejumlah industri menjerit-jerit kekurangan pasokan gas. Hal yang sama juga dialami PLN. Akibat kekurangan gas, PLN terpaksa menggunakan minyak yang biaya produksinya jauh lebih mahal. Negeri ini amat kaya, namun perut penduduknya kelaparan. Ibarat anak ayam mati di lumbung padi.
Industri dan Jasa Maritim
Sebagai negara maritim terbesar di dunia sudah seharusnya Indonesia menjadi bangsa yang makmur dan disegani. Namun, kenyataannya dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah, negara ini seakan tak berdaya. Apalagi di bidang industri maritim, roda perekonomian Indonesia lumpuh terpenjara oleh kepentingan asing. Luas laut Indonesia yang mencapai 5,8 juta km persegi, terdiri dari 0,3 juta km persegi perairan teritorial, 2,8 juta km persegi perairan pedalaman dan kepulauan 2,7 juta km persegi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), serta dikelilingi lebih dari 77.504 pulau, menyimpan kekayaan yang luar biasa. Jika dikelola dengan baik, potensi kelautan Indonesia diperkirakan dapat memberikan penghasilan lebih dari 100 miliar dolar AS per tahun. Namun yang dikembangkan kurang dari 10 persen.
Melihat besarnya potensi laut nusantara, sudah seharusnya Indonesia mempunyai infrastruktur maritim kuat, seperti, pelabuhan yang lengkap dan modern; sumber daya manusia (SDM) di bidang maritim yang berkualitas; serta kapal berkelas, mulai untuk jasa pengangkutan manusia, barang, migas, kapal penangkap ikan sampai dengan armada TNI Angkatan Laut (AL).
Namun kondisi ideal tersebut sulit tercapai. Hal ini terjadi karena industri maritim Indonesia tidak dikelola dengan benar. Sehingga tak satupun negara yang segan dan menghormati Indonesia sebagai bangsa maritim. Negara asing menempatkan bangsa Indonesia sebagai pasar produk mereka. Ironisnya, pemerintah hanya berdiam diri tanpa melakukan langkah perbaikan.
Padahal, kedepan industri kelautan Indonesia akan semakin strategis, seiring dengan pergeseran pusat ekonomi dunia dari bagian Atlantik ke Asia-Pasifik. Hd ini terlihat 70 persen perdagangan dunia berlangsung di kawasan Asia-Pasifik. Secara detail 75 Persen produk dan komoditas yang diperdagangkan dikirim melalui laut Indonesia dengan nilai sekitar 1.300 triliun dolar AS per tahun.
Potensi ini dimanfaatkan Singapura dengan membangun pelabuhan pusat pemindahan (transhipment) kapal-kapal perdagangan dunia. Negara yang luasnya hanya 692.7 km persegi, dengan penduduk 4,16 juta jiwa itu telah menjadi pusat jasa transportasi laut terbesar di dunia. Bahkan ekspor barang dan komoditas Indonesia 70 persen melalui Singapura.
Selama ini sudah menjadi rahasia umum bila industri dan jasa maritim Indonesia berada di bawah kendali Singapura. Lihat saja sebagian kapal yang berlayar menghubungkan antar pulau sebagian besar menggunakan bendera negeri The Red Dot, khususnya kapal yang memuat barang-barang terkait dengan berbagai macam industri.
Sebagai contoh industri perkapalan yang bertebaran di beberapa tempat di Kepulauan Riau, khususnya di pulau Batam dan beberapa pulau sekitarnya, termasuk pulau Karimun. Di sana terdapat investasi bidang perkapalan dan mayoritas pelakunya berasal dari negeri yang sangat takut terhadap KKO Marinir Indonesia.
Penghambat Industri Maritim
Di sisi lain, banyak faktor yang menghambat pembangunan industri maritim nasional. Pertama, sistem finansial. Kebijakan sektor perbankan atau lembaga keuangan di Indonesia yang sebagian besar keuntungannya diperoleh dari penempatan dana di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), untuk pembiayaan industri maritim sangat tidak mendukung. Ini karena bunga pinjaman sangat tinggi. Berkisar antara 11-12 persen per tahun dengan 100 persen kolateral (senilai pinjaman).
Bandingkan dengan sistem perbankan Singapura yang hanya mengenakan bunga dua persen+LIBOR dua persen (total sekitar 4 persen) per tahun. Equity-nya hanya 25 persen sudah bisa mendapatkan pinjaman tanpa kolateral terpisah. Sebagai contoh bagi pengusaha kapal, kapal yang dibelinya bisa menjadi jaminan. Tidak heran, jika pengusaha nasional kesulitan mencari pembiayaan untuk membeli kapal, baik baru maupun bekas melalui sistem perbankan Indonesia.
Kedua, sesuai dengan Kepmenkeu No 370/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai yang Dibebaskan Atas impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu, bahwa sektor perkapalan mendapat pembebasan pajak. Namun, semua pembebasan pajak itu kembali harus dibayar jika melanggar pasal 16, tentang Pajak Pertambahan Nilai yang terhutang pada impor atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu disetor kas Negara apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan.
Artinya, kebijakan tersebut banci. Jika pengusaha menjual kapalnya sebelum 5 tahun harus membayar pajak kepada negara sebesar 22,5 persen dari harga penjualan PPn 10 persen, PPh impor 7,5 persen dan bea masuk 5 persen). Padahal di Indonesia jarang ada kontrak penggunaan kapal lebih dari 5 tahurU paling banyak 2 tahun. Supaya pengusaha kapal tidak menanggung rugi berkepanjangan mereka harus menjual kapal:rya. Namun, pengusaha harus membayar pajak terhutang kepada negara sesuai Pasa1 16 tersebut. Jika demikian, industri maritim negara ini terhambat oleh kebijakan fiskal yang dianut.
Ketiga, buruknya kualitas sumber daya maritim Indonesia menyebabkan biaya langsung industri maritim menjadi tinggi. Meskipun gaji tenaga Indonesia sepertiga gaji dari tenaga kerja asing, tetapi karena rendahnya disiplin dan tanggung jawab, menyebabkan biaya yang harus ditanggung pemilik kapal berbendera dan berawak 100 persen orang Indonesia (sesuai dengan UU No 7712008 tentang Pelayaran) sangat tinggi. Sebaliknya, jika kapal berawak 100 persen asing yang mahal, ternyata pendapatan perusahaan pelayaran bisa meningkat dua kali lipat.
Keempat, persoalan klasifikasi industri maritim di tangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan kendali Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), membuat industri maritim Indonesia semakin terpuruk. Semua kapal yang diklasifikasi atau disertifikasi PT BKI, diduga tidak diakui asuransi perkapalan kelas dunia. Kalaupun diakui, pemilik kapal harus membayar premi asuransi sangat mahal.
Industri Perkapalan
Indonesia dengan perairan yang luas, membutuhkan sarana transportasi kapal yang mampu menjangkau pulau-pulau yang jumlahnya mencapai lebih dari 17.504 pulau. Tidak heran jika kebutuhan industri perkapalan setiap tahun terus meningkat. Sebagai Negara kepulauan, sudah seharusnya Indonesia mengembangkan industri perkapalan nasional. Kebijakan ini didukung dengan adanya Inpres No. 5/2005 yang intinya bahwa seluruh angkutan laut dalam negeri harus diangkut kapal berbendera Indonesia. Tetapi, permintaan tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan memproduksi kapal.
Industri perkapalan merupakan industri padat karya dan padat modal yang memiliki daya saing tinggi. Karena ini dukungan pemerintah sebagai pemegang kewenangan sangat penting. Faktor kebijakan moneter dan fiskal, masih sulitnya akses dana perbankan dan tingginya bunga menjadi beban para pelaku usaha. Industri kapal juga diharuskan membayar pajak dua kali lipat. Masalah lain adalah minimnya keterlibatan perbankan. Perbankan enggan menyalurkan kredit kepada industri perkapalan. Mereka beranggapan, industri perkapalan penuh resiko karena kontrol terhadap industri ini sulit.
Selain itu, masalah lahan yang digunakan industri perkapalan terutama galangan kapal besar berada di daerah kerja pelabuhan dan hak pengelolaan lahan (HPL) dikuasai PT Pelindo. Sehingga Industri perkapalan masih sangat tergantung pada HPL. Padahal, jika ada keleluasaan lahan di pelabuhan bukan tidak mungkin industri kapal lebih berkembang. Dalam pengernbangan jasa maritim hendaknya diarahkan untuk meraih empat tujuan secara seimbang yakni:
- pertumbuhan ekonomi tinggi, secara berkelanjutan dengan industri dan jasa maritim sebagai salah satu penggerak utama (Prime mover);
- peningkatan kesejahteraan seluruh pelaku usaha, khususnya para pemangku kepentingan yang terkait industri dan jasa maritim;
- terpeliharanya kelestarian lingkungan dan sumberdaya maritim; dan
- menjadikan industri dan jasa maritim sebagai salah satu modal bagi pembangunan maritim nasional.
Sehingga ada benang merah yang dapat terlihat antara ocean policy dan pengelolaan sumber daya maritim dengan industri dan jasa maritim sebagai penggerak bagi pertumbuhan sektor maritim.
Industri Perikanan dan Bioteknologi
Industri perikanan dan bioteknologi diperkirakan memiliki nilai ekonomi sebesar 82 miliar dolar AS pe tahun. Namun karena pemerintah belum serius menggaraP
sub sektor ini (berdasarkan kajian PKSPL IPB; 2006), Indonesia diperkirakan kehilangan potensi pendapatan dari produk-produk bioteknologi maritim sekitar 1 miliar dolar AS per tahun. Hal ini disebabkan karena lemahnya aplikasi bioteknologi maritim serta jarangnya pengusaha yang terjun ke sektor tersebut. Padahal berdasarkan inventarisasi Divisi Bioteknologi Kelautan PKSPL IPB, terdapat 35.000 biota laut, sehingga Indonesia mempunyai potensi pendapatan miliaran dolar per tahun dari produk-produk bioteknologi.
Negara-negara maju yang memiliki sumberdaya maritim terbatas, seperti produk bioteknologi maritim Amerika Serikat mereka mendapat pendapatan hingga 4,6 miliar dolar AS, sedangkan Inggris meraup keuntungan dari sektor ini sekitar 2,3 miliar dolar AS. Pemanfaatan industri perikanan dan bioteknologi ini meliputi industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika dan bio energi. Semua bisa disediakan Indonesia dengan sumber daya alam yang ada. Adapun produk-produk yang bisa dihasilkan dari hasil rekayasa biota laut antara lain makanan, tablet, salep suspensi, Pasta gigi, cat, tekstil perekat, karet, film, pelembab, shampo, lotion dan produk wetlook.
Perikanan
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, potensi sumberdaya perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun, produksi perikanan tangkap di laut sekitar 4,7 ton per tahun dari jumlah tangkapan yang diperbolehkan maksimum 5,2 juta ton per tahun sehingga hanya tersisa 0,5 juta ton per tahun. Produksi Tuna naik 20,17 persen pada 2007, akan tetapi produksi Tuna hanya 4,04 persen Kementerian Kelautan dan Perikanan telah merintis kelompok pengawas masyarakat (POKWASMAS) di daerah pesisir di bawah pembinaan Direktorat Jenderal PSDKP.
“Disinggung mengenai kurang optimalnya PANNAS BMKT dalam melakukan penanganan, Sudirman biasa disapa dengan tegas membantahnya. Menurutnya, penanganan BMKT sudah dilakukan serius dengan cara proses perizinan survei dan perizinan pengangkatan harus melalui penilaian tim teknis dan harus disetujui instansi yang terkait. Kemudian telah dimiliki warehouse BMKT untuk penanganan BMKT hasil pengangkatan.”
“Sudirman menambahkan, mengenai penggunaan kata harta karun, menurutnya perlu diklarifikasi, dimana penggunaan istilah harta karun kurang tepat. Mengingat, penggunaan istilah harta karun cenderung dikaitkan dengan aspek ekonomi yang nantinya akan menjadi incaran banyak para pemburu harta karun. Harta karun yang dikelola PANNAS BMKT sendiri merupakan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam yang mengandung aspek sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan ekonomi. Sampai sejauh ini, Sudirman mengakui jika kegiatan pencurian BMKT di pantai Utara dari seluruh produksi perikanan tangkap. Jumlah nelayan (laut dan perairan umum) sebesar 2.755.794 orang, akan tetapi lebih dari 50 persen atau 1.466.666 nelayan berstatus sambilan utama dan sambilan tambahan. jumlah nelayan naik terus, yaitu 2,06 persen pada tahun 2006-2007, sedangkan ikan makin langka.
Zona Ekonomi Eksklusif
Berdasarkan konvensi hukum laut 1982, wilayah perairan Indonesia meliputi kawasan seluas 3,1 juta meter persegi terdiri atas perairan kepulauan seluas 2,8 juta km persegi dan laut sekitar 0,3 juta meter persegi Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas berbagai sumber kekayaan alam serta berbagai kepentingan yang melekat pada ZEE seluas 2,7 juta km persegi dan hak partisipasi dalam pengelolaan kekayaan alam di laut lepas di luar 200 mil ZEE, serta pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar laut perairan internasional di luar landas kontinen. Tertuang dalam pasal 792-232 UNCLOS membebankan kewajiban bagi setiap negara pantai untuk mengelola dan melestarikan sumber daya laut mereka.
Di zona Ekonomi Eksklusif, Indonesia memberlakukan hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi pengelolaan dan pelestarian hidup dan sumber daya alam yang tidak hidup dari tanah dan sub dasar laut dan perairan dan hak-hak kedaulatan berkenaan dengan kegiatan lain untuk eksplorasi ekonomi dan eksploitasi zona, seperti produksi energi dari arus arus dan angin, dan dari segi yuridis yaitu pembentukan dan penggunaan buatan, instalasi pulau dan struktur, penelitian ilmiah kelautan, pelestarian lingkungan laut, dan hak-hak lain berdasarkan hukum internasional.
Hak berdaulat Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 deklarasi ini, Pemerintah, sehubungan dengan dasar laut dan lapisan tanah, terus melaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan di Indonesia tentang Perairan Indonesia dan Landas Kontinen Indonesia perjanjian internasional dan hukum internasional.
Dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, kebebasan navigasi dan penerbangan dan peletakan sub-kabel laut dan pipa akan terus diakui sesuai dengan prinsip-prinsip baru hukum internasional laut. Lalu berikutnya yaitu dimana garis batas ZEE Indonesia menimbulkan masalah batas dengan negara berdekatan atau sebaliknya Pemerintah Indonesia siap, pada waktu yang tepat untuk masuk ke dalam perundingan dengan negara yang bersangkutan dengan maksud untuk mencapai kesepakatan.
Konsep ZEE mampu memberikan berbagai keuntungan. Misalnya, jika ZEE mampu diterapkan dengan baik, maka keuntungan ekonomi akan mengikutinya karena sumber daya perikanan dan lainnya di daerah tersebut sangat melimpah. Selain itu, keuntungan politis juga bakal diperoleh pemerintah Indonesia, misalnya hasil exercise penetapan garis batas ZEE di Selat Malaka dapat digunakan sebagai dokumen teknis dalam perundingan batas ZEE di Selat Malaka dan apabila hasil penetapan dipakai sebagai klaim unilateral garis batas ZEE Indonesia di Selat Malaka maka dapat dipakai sebagai batas operasional kapal-kapal TNI AL dalam penegakkan hak berdaulat NKRI di Selat Malaka.
Diketahui, Batas dalam ZEE adalah batas luar dari laut teritorial. Zona batas luas tidak boleh melebihi 200 mil dari bibir pantai. Penetapan universal wilayah ZEE seluas 200 mil akan memberikan 36 persen dari seluruh total area laut. Walaupun ini porsi yang relatif kecil, di dalam area 200 mil yang diberikan menampilkan sekitar 90 persen dari seluruh simpanan ikan komersial, 87 Persen dari simpanan minyak dunia dan 10 persen simpanan mangaan.
Sumber Daya Migas Dan Mineral
Laut selain menjadi sumber Pangan juga mengandung beraneka sumber daya energi. Kini,para ahli menaruh perhatian terhadap laut sebagai upaya mencari jawaban terhadap tantangan kekurangan energi di masa mendatang. Hasil penelitian Richardson pada 2008 menunjukkan bahwa sekitar 70 persen produksi minyak dan gas bumi berasal dari kawasan pesisir dan lautan. Dari 60 cekungan yang potensial mengandung migas,40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 di pesisir, dan hanya enam di daratan. Potensi cadangan minyak buminya 11,3 miliar barel dan gas 101,7 triliun kaki kubik. Belum lama ini, ditemukan jenis energi baru pengganti BBM berupa gas hidrat dan biogenik di lepas pantai barat Sumatera selatan, Jawa Barat dan bagian utara Selat Makassar, dengan potensi melebihi seluruh potensi migas.
Dari hasil penelitian BPPT (1998) dari 60 cekungan minyak yang terkandung dalam alam Indonesia, sekitar 70 persen atau sekitar 40 cekungan terdapat di laut. Dari 40 cekungan itu 10 cekungan telah diteliti secara intensif, 11 baru diteliti sebagian, sedangkan 29 belum terjamah. Diperkirakan ke-40 cekungan itu berpotensi menghasilkan 106,2 miliar barel setara minyak, namun baru 16,7 miliar barel yang diketahui dengan pasti, 7,5 miliar barel diantaranya sudah dieksploitasi.
Sisanya sebesar 89,5 miliar barel berupa kekayaan yang belum terjamah. Cadangan minyak yang belum terjamah itu diperkirakan 523 miliar barel terkandung di lepas pantai dan lebih dari separuhnya atau sekitar 32,8 miliar barel terdapat di laut dalam. Sementara itu untuk sumber daya gas bumi, cadangan yang dimiliki Indonesia sampai dengan 1998 mencapai 136,5 Triliun Kaki Kubik (TKK). Cadangan ini mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 1955 yang hanya sebesar 123,6 Triliun Kaki Kubik. Sedangkan potensi kekayaan tambang dasar laut seperti aluminium, mangan, tembaga zirconium, nikel, kobalt, biji besi non titanium, vanadium dan lain sebagainya yang sampai sekarang belum teridentifikasi dengan baik masih diperlukan teknologi yang maju untuk mengembangkan potensi tersebut.
Selain itu, Indonesia dapat memanfaatkan potensi laut sebagai sumber energi listrik. Yaitu, melalui teknologi panas laut pasang surut, arus laut, angin, gelombang laut serta bioenergi dari ganggang laut. California Energy Commission, misalnya memperkirakan jumlah Tenaga ombak pecah di dunia dapat menghasilkan 2-3 juta megawatt energi, dimana pada lokasi yang tepat ombak bisa membangkitkan energi sekitar 65 megawatt per mil Panjang pesisir.
Laut juga menyimpan kandungan bahan tambang dan mineral yang bernilai ekonomi tinggi. Sama halnya di daratan, potensi mineral dan tambang terbagi atas tiga kelas sesuai standar indonesia, yaitu A, B, dan C. Yang membedakan adalah masalah teknis eksploitasi dan penambangannya.
Pariwisata Bahari
Negara bagian Queensland, Australia, dengan panjang garis pantai 2.100 kilometer, mampu menghasilkan devisa 2 miliar dolar AS dari sektor pariwisata pada tahun 2002. Sementara negara kepulauan Seychelles yang amat kecil di Madagaskar berhasil mendapatkan 70 persen pendapatan nasionalnya dari wisata bahari, dan menyokong GDP per kapita (pada 2000) sebesar 7.700 dolar AS yang jumlahnya berlipat dari Indonesia.
Pembangunan pariwisata bahari pada hakikatnya adalah upaya mengembangkan dan memanfaatkan objek serta daya tarik wisata bahari di kawasan pesisir dan lautan Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki kekayaan alam dan panorama pantainya yang indah dengan gelombang pantai yang menantang di beberapa tempat serta keragaman flora dan fauna seperti terumbu karang dengan berbagai jenis ikan hias. Adapun kawasan wisata bahari Indonesia antara lain :
a. Kepulauan Padaido, Biak, Papua
Kawasan wisata bahari ini sangat ideal untuk kegiatan diaing, wisata cruise. Program pengembangan wisata bahari di kepulauan Padaido, antara lain diversifikasi kegiatan nelayan dengan pengembangan wisata memancing menggunakan perahu tradisional nelayan, paket wisata selain di daerah kapal tenggelam, serta pengembangan cruiser regional dengan menggunakan kapal pinisi dan Seaplane untuk menjangkau pulau-pulau kecil.
b. Kepulauan Selayar, Takabone Rote, Sulawesi Selatan
Kawasan wisata bahari ini sangat cocok untuk diving, snorkeling, berlayar, dan memancing. Program pengembangan wisata bahari di Kepulauan Selayar adalah sebagai hub wisata cruise internasional regional, dart cruise kapal tradisional seperti pinisi Nusantara.
c. Pulau Nias dan Kepulauan Mentawai, Sumatera Utara
Kawasan wisata bahari di Pulau Nias sangat ideal untuk selancar dengan pengembangannya ekowisata berbasis komunitas serta olahraga selancar. Program pengembangan di kawasan ini lebih fokus pada penganekaragaman daya tarik wisata dengan menampilkan budaya daerah.
d. Kepulauan Raja Ampat, Papua barat
Kawasan wisata bahari di kepulauan ini sangat ideal untuk kegiatan menyelam. Pengembangan kawasan wisata bahari di Kepulauan Raja Ampat dengan pola partnership MNC (Multi National Companies) yang melibatkan pelaku industri wisata bahari, pemerintahan daerah dan masyarakat setempat.
e. Kepulauan Ujung Kulon dan Anak krakatau, Banten
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan diving dan cuise regional dengan tema pengebangannya ekowisata berbasis konservasi. Program pengembangan di Kepulauan Ujung Kulon, antara lain perencanaan tata ruang yang jelas antara konservasi dengan areal pengembangan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Menyediakan fasilitas transportasi menuju obyek wisata dengan kegiatan kapal pinisi dan seaplane untuk menampung wisatawan domestik dari jakarta.
f. Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan diving dan wisata cruise. Program pengembangan di Pulau Komodo adalah wisata cruise regional dengan fasilitas marina dan yacht. Untuk menjangkau pulau-pulau kecil di sekitarnya perlu disediakan kapal pinisi dan seaplane.
g. Teluk Tomini, Kepulauan Tongean, Sulawesi Tengah
Kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam dan snorkeling. Program pengembangan di Teluk Tomini, antara lain penyediaan fasilitas marina, yacht, kapal pinisi dan seaplane dengan kemitraan masyarakat dengan pelaku usaha pariwisata.
h. Kepulauan Bali dan Lombok
Wisata bahari di dua kepulauan ini ideal untuk kegiatan menyelam, selancar, cruise regional, dan internasional. Program pengembangan pariwisata bahari di kawasan ini, antara lain dibangun kemitraan pemerintah daerah masyarakat lokal, dan kalangan industri wisata bahari. Menyediakan fasilitas pelabuhan, akomodasi dan pertunjukan budaya.
i. Balerang, Kepulauan Riau
Kawasan ini sangat ideal untuk kegiatan cruise, yacht dan marina serta selancar. Program pengembangan wisata bahari di Balerang, yaitu pelabuhan wisata bahari yang menunjang limpahan wisatawan dari Singapura menuju daerah tujuan wisata kepulauan Riau. Pengembangan wisata cruise regional sangat ideal karena letaknya pulau ini strategis di selat malaka dan dekat dengan Singapura.
j. Kepulauan Seribu, Jakarta
Wisata bahari yang sangat ideal untuk di kepulauan Seribu adalah selancar, cruise regional, memancing, dan olahraga bahari. Untuk itu program pengembangan di kawasan ini antara lain Perencanaan tata ruang yang sangat jelas antara area konservasi dan pengembangan yang disertai taman nasional. Serta pengembangan untuk fasilitas air adalah marina, yacht, kapal pinisi dan seaplane untuk kegiatan olahraga air. Seluruh kekayaan alam ini, merupakan sebagian kecil dari berjuta potensi wisata laut di Indonesia. Jika tidak mendapat perhatian dan dikelola dengan baik kekayaan alam yang berlimpah ini hanya akan sia-sia.
k. Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara
Kawasan wisata bahari ini ideal untuk kegiatan menyelam dan cruise regional. Program pengembangan wisata bahari di Kepulauan Wakatobi , antara lain cruise internasional dan regional dengan pengembangan pelabuhan Makassar sebagai hub, serta konservasi kekayaan laut dengan pemberlakuan sertifikat penyelam dan penegakan hukum.
l. Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur
Kawasan wisata bahari Derawan ideal untuk kegiatan menyelam dan konservasi penyu. Program pengembangan wisata bahari di kepulauan ini selain konservasi habitat penyu sebagai daya tarik wisata, juga untuk konservasi pengembangan budaya di Pulau Kakaban dan Sangalaki dengan pola partnership MNC (Multi National Companies) memanfaatkan tenaga lokal.
No comments:
Post a Comment